Kamis, 15 Mei 2008

PENDIDIKAN: Pahlawan dan Anak panah.

Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah.
Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda.
Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan musuh-musuh di pintu gerbang
” (Masmur 127:3-5)

Pendidikan atau mendidik anak-anak sangat penting. Pendidikan merupakan bekal yang sangat berarti dan paling berharga. Sekalipun seseorang berlimpah harta bendanya dan kekayaan lainnya tetapi jika ia tidak berpendidikan maka ia tidak mampu untuk mengatur dan pada akhirnya keayaannya akan habis dengan sia-sia. Sebaliknya, seseorang yang berpendidikan akan mampu mencari dan menolong dirinya berdasarkan pengetahuan dan kecakapan yang dimilikinya.
Firman Tuhan tersebut di atas, memberikan pola bagaimana seharusnya orang tua mendidik anak-anaknya. Memang bahwa setiap orang tua mempunyai cara tersendiri dalam mendidik anak-anaknya. Namun demikian, Firman Tuhan tersebut memberikan pedoman dan prinsip yang kuat untuk dilihat oleh setiap orang Kristen.

Pertama: Setiap orang tua hendaknya menyadari bahwa anak adalah pemberian, anugerah Tuhan. Hal ini menyatakan sesungguhnya anak adalah milik Tuhan. Dengan demikian orang tua selaku yang diberi oleh Tuhan bertanggung jawab atas apa yang telah Tuhan berikan. Selanjutnya disebutkan bahwa ”anak adalah milik pusaka Tuhan”. Hal ini menunjukkan betapa berharganya anak di mata Tuhan, sehingga ia layak disebut suatu pusaka. Pusaka wajib untuk dijaga. Tuhan tidak asal memberi; anak pemberianNya adalah makhluk yang berharga. Oleh sebab itu, orang tua tidak boleh asal membesarkan anak, melainkan harus melakukannya dengan benar dan bertanggung jawab. Orang tua harus menjawab kepada Tuhan bagaimana ia membesarkan milik pusaka yang Tuhan berikan kepada mereka. Dengan cara pandang seperti ini maka orang tua akan memberikan pendidikan sebaik-baiknya dan dengan cara benar. Sebaliknya, dengan beranggapan bahwa anaknya adalah anak yang tidak berguna dan tidak berharga maka orang tua tersebut akan enggan dan merasa rugi telah memberikan pengajaran.

Kedua: ”Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan”. Setiap orang tua mempunyai rencana tersendiri bagi anak-anaknya. Dan juga, setiap anak mempunyai tujuan tersendiri bagi dirinya sendiri. Terlebih lagi Tuhan yang empunya ”pusaka – anak” tersebut, jelas mempunyai tujuan dan panggilan tersendiri atas anak/pusaka tersebut. Merupakan tanggung jawab orang tua dan anak tersebut untuk mencari hikmat Tuhan agar mengetahui sasaran hidup, panggilan hidup anaknya yang sebenarnya, lalu mengarahkan tepat ke sana. Orang tua dan anak tersebut harus percaya bahwa Tuhan mempunyai rancangan damai sejahtera dan masa depan yang penuh dengan harapan (Jermia 29:11). Orang tua mungkin berharap atau anaknya berharap akan menjadi orang sukses, tenar, kaya, atau memegang kedudukan penting dalam pemerintahan, menjadi dokter, atau konglomerat. Namun orang tua juga harus belajar menyampingkan semua harapan itu dan mencari tahu apa yang Tuhan kehendaki dari hidup anak itu, dan jikalau ternyata kehendak Tuhan tidak sama dengan harapannya, orang tua harus bersedia mengikuti kehendak Tuhan. Inilah yang terbaik.

Ketiga:Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan”. Prase ini mengatakan bahwa orang tua suatu saat harus melapaskan anaknya untuk mandiri. Orang tua harus berani melapaskan anaknya untuk mencari dan menjalani kehidupannya. Tidak selamanya anak berada ditangan orang tua. Dan sebelum hal ini terjadi, orang tua harus mempersiapkan anaknya sedini mungkin. Dengan atas nama sayang anak dan kasihan anak masih kecil, banyak orang tua tidak berani melepaskan anaknya untuk berbuat sesuatu sendirian. Saya ingat sekali apa yang saya lihat beberapa tahuan lalu ketika Tuhan ijinkan saya melayani di Mataram. Saya melihat ada dua anak sebaya (umur 8 tahun) akan menyeberang jalan. Seorang anak yang sudah terbiasa dibiarkan orang tuanya untuk menyeberang jalan, dengan langkah ringan dan percaya diri menyeberangi jalan yang tidak terlalu ramai itu. Tapi sebaliknya, seorang anak yang selalu ditemani susternya (penjaganya) dalam hal apa saja, merasa kebingungan dan kesulitan kemudian panggil-panggil susternya minta tolong dibantu seberangkan jalan.
Orang tua harus mempersiapkan anaknya untuk dilepaskan dan hidup mandiri. Ajarlah anak-anak saudara untuk mendiri, jangan manjakan dia.

Keempat: ”Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu”. Membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu, salah satu artinya adalah memberikan pendidikan, mendidik anak-anaknya. Mengisi anak-anaknya dengan pendidikan, mengajar anak-anak dengan nilai-nilai moral yang baik dan tentunya dengan nilai kristiani. Banyak orang tua yang lebih menekankan –disadari atau tidak- pada pendidikan intelek, anak-anak terus di ”isi” dengan les matematika, inggris, kimia, dll (tidak salah memberikan pendidikan intelek, itu harus). Namun jujur, apakah kita secara demikian memberikan pendidikan rohani kepada anak-anak kita? Kita harus memberikan pendidikan yang mempunyai nilai kekal. Kita harus memberikan pendidikan yang dapat menjadi pedoman dan penuntun dalam hidup anak-anak kita. Orang tua Kristen harus harus mendidik anak-anaknya dengan Firman Tuhan yang berguna untuk memperbaiki kesalahan, menyatakan kebenaran, memperbaiki kelakuan, dan mendidik orang dalam kebenaran.

Kelima: ”Berbahagialah orang...” Alkitab menyebutkan berbahagia orang yang telah mendidik anak-anak mereka didalam Tuhan. Mereka telah menjalankan kewajibanya dihadapan Tuhan. Tugas orang tua sekarang –yang telah mendidik anak-anak dalam Tuhan- adalah menyerahkan hal tersebut kapada Tuhan. Biarlah Tuhan, Roh Kudus yang akan bekerja di hati-anak-anak kita. Kita percaya akan Firman Tuhan dalam Amsal 22: 6 yang menyatakan bahwa apabila anak-anak kita didik sejak dini maka pada masa tuanya mereka tidak akan menyimpang dari apa yang kita ajarkan, amin.
Berbahagialah saudara yang telah membesarkan anak-anak di daam Tuhan. Saudara tidak akan dipermalukan, anak-anak tidak akam membuat malu saudara/orang tua karena anak-anak saudara telah diajar tentang kebenaran. Amsal 10:1; 19:13 mengatakan bahwa ada anak yang mendatangkan dukacita, ada anak yang membuat sedih orang tuanya. Mengapa ada anak yang demikian? Ini bukan kesalahan anak-anak semata-mata. Tetapi juga kesalahan orang tua yang tidak membesarkan, tidak mendidik anak-anak mereka sejak dini dan di dalam Tuhan. Anak-anak yang dididik dalam kebenaran akan memberikan rasa tenang bagi orang tuanya. GBU, Salam, heri

Selasa, 13 Mei 2008

PENDIDIKAN KARAKTER: suatu pemikiran


Pendidikan karakter pada masa sekarang ini sangatlah penting. Bukan hanya penting tetapi sangat mendesak. Hal tersebut dikarenakan kita menghadapi suatu kebutuhan akan karakter. Kebutuhan itu nyata karena masa sekarang ini kita menghadapi begitu banyak masalah dan tantangan di dalam rumah tangga, organisasi, di sekolah maupun dijalanan.

Satu contoh, anak-anak sekolah yang tawuran di jalanan atau di sekolahnya, misalnya. Para pelajar tersebut bukan tidak tahu aturan. Mereka bukan tidak tahu bahwa tawuran itu tidak baik. Mereka bukannya tidak tahu bahwa berkelahi itu buruk akibatnya. Mereka bukan tidak terdidik sebaliknya mereka anak-anak yang terdidik. Tetapi mengapa mereka tetap melakukan tawuran dan berkelahi? Di sinilah permasalahannya bahwa pendidikan yang diberikan tidak menyentuh wilayah karakter anak atau pendidikan karakter tidak mendapat penekanan dan prioritas, numpang lewat aja gitu..

Kalau gitu dimana permasalahan yang sebenarnya? Tidak peduli: tidak peduli dengan apa yang terjadi, tidak peduli dengan hasilnya, tidak peduli dengan apa yang kita lakukan, tidak peduli.. dan tidak peduli yang lainnya. Kemudian, tidak sungguh-sungguh: tidak sungguh-sungguh dengan apa yang dilakukan, yang penting selesai. Tidak sungguh-sungguh dengan hasil yang ingin dicapai, yang penting ada. Dan yang penting aku: ndak peduli orang lain, pokoknya aku, dan aku yang lainnya.

Jawaban masalah-masalah tersebut, kita cari tahu apa intinya. Peraturan dan hukum tidak akan banyak membantu mengatasi masalah. Eee.. bukan berarti hukum dan peraturan tidak penting, tetap penting dan perlu. Tapi coba lihat.. banyak orang tahu hukum dan peraturan tapi mereka justru yang mencari cela dan peluang untuk melanggarnya. Dengan berbagai alasan dan permainan kata mereka coba untuk melanggar hukum tersebut. Hukuman.. wow.. bukanya mereka tidak tahu akibat dari suatu perbuatan salah.. mereka tahu bahwa kalau berbuat salah/jahat pasti akan dihukum. Tapi banyak orang tidak takut dengan hukuman, buktinya .. lihat saja.. banyak orang terus..terus berbuat salah dan jahat..

Ini masalah K.A.R.A.K.T.E.R. dari seseorang.

Coba buktikan dan pikirkan:
Pertama: Kamu sedang makan gula-gula di stasiun kereka atau tempat umum lainnya. Di situ pasti ada tulisan: Jagalah kebersihan. Atau, Buanglah sampah pada tempatnya. Tapi karena karakter kamu tidak baik, tidak biasa hidup bersih maka kamu cuek bebek buang pembungkus gula-gula di lantai. Mungkin kamu pikir ndak ada yang lihat atau tempat sampahnya kejauhan tempatnya, malas jalan.
Kedua: Sama, kamu sedang makan gula-gula ditempat umum, di sana tidak ada tulisan yang mengatakan: Jagalah Kebersihan, atau, Buanglah sampah pada tempatnya. Dan kamu mungkin tidak melihat tempat/tong sampah. Tapi karena kamu sudah terbiasa hidup bersih dan mempunyai karakter yang baik, maka pembungkus gula-gulamu akan kamu masukkan ke tasmu atau kantong sakumu. Karena kamu pikir tidak boleh buang sampah sembarangan dan mau turut menjaga kebersihan, gitu khan.

Bagaimana.. betul kan masalah karakter..

Apa itu karakter? Karakter yang baik adalah motivasi dari dalam untuk melakukan apa yang baik, menurut standard tingkah laku tertinggi dalam situasi apapun juga. Karakter yang baik itu berasal dari hati nuranu untuk melakukan yang baik. Karakter baik itu tidak mengenal batas umur dan status sosial. Karakter yang baik itu melampaui agama, pendidikan dan jenis kelamin. Pendek kata siapa saja, kapan saja dan dimana saja.

Bagaimana pendidikan karakter dapat dilakukan. Pendidikan karakter itu harus disengaja, diprogramkan, direncanakan. Artinya bahwa dengan dan secara sadar mau melakukan pendidikan karakter tersebut. Tanpa kesadaran dan perencanaan maka pendidikan karakter tidak akan terlaksana dengan baik. Jangan pernah berharap bahwa pendidikan karakter akan berjalan dengan sendirinya dan akan datang sendiri, tidak. Disini memerlukan ketrampilan bagaimana pendidikan karakter itu dilaksanakan. Dan bahan, materi apa saja yang dibutuhkannya. Untuk hal tersebut banyak buku-buku tentang pendidikan karakter terjual. Melalui permainan-permainan karakter dapat dikembangkan dengan lebih efektif.
Selain itu karakter dibentuk ke dalam kehidupan seseorang dengan keputusan-keputusan yang dibuat secara rutin setiap hari. Melalui keputusan yang dibuat seseorang dapat mengembangkan dan membentuk karakternya. Melatih diri untuk membuat dan mengambil keputusan dan bertanggung jawab dengan keputusan tersebut. Melatih diri bukan hanya pada masa-masa sulit akan tetapi pada saat yang sepele dan sederhana seperti kasus di atas ketika kamu ada di stasiun atau tempat umum. Tidak mudah memang tapi bukan tidak bisa. Dengan kemauan dan tekad yang sungguh-sungguh karakter baik akan terbentuk.

Bagaimana, OK, salam heri.