Kamis, 03 Juli 2008

PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH

Pendidikan Karakter di Sekolah

Pengantar.

Seringkali kita melihat dilapangan, di jalanan maupun ditelevisi tentang perkelahian/ tawuran antar pelajar dan mendengar para mahasiswa berkelahi antar fakultas bahkan merusak sarana kampus. Bahkan demo yang dilakukan mahasiswa beberapa hari terakhir ini cenderung mengarah pada anarkis. Penyalagunaan obat-obatan terlarang mulai marak dikalangan anak-anak sekolah dan mahasiswa. Mereka bukan orang-orang yang tidak terdidik dan tidak tahu bahwa hal-hal tersebut adalah salah, justru mereka adalah orang-orang yang terpelajar dan terdidik. Tetapi mengapa mereka melakukan sesuatu yang justru diketahuinya salah?

Bidang kehidupan nyata lainnya mengungkapkan fakta yang berbeda dengan anggapan kebanyakan orang. Yaitu bahwa banyak perusahaan multinasional yang besar dan bergengsi saat ini mulai menggeser persyaratan penerimaan pegawai mereka untuk bukan lagi sekedar mengkaji kemampuan akademis para calon, akan tetapi lebih memperhatikan aspek kepribadian mereka; karakter, moral maupun keterampilan dan sikap hidup. Sering kali bidang study pada saat mereka bersekolah bukan lagi hal utama yang menentukan penyaringan dan persyaratan calon. Ada banyak lulusan sarjana teknik yang memasuki dan bekerja di teller-teller bank, banyak sarjana pertanian yang bekerja dibidang pemasaran buku, dll. Ini adalah kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri.

Apa yang perlu diantisipasi dalam lembaga persekolahan dalam menyikapi fenomena tersebut? Kenyataan bahwa kemampuan akademis bukanlah satu-satunya yang menentukan keberhasilan seseorang dalam bidang pekerjaan dan dalam kehidupan mereka pada umumnya. Ada suatu tantangan bagi dunia pendidikan untuk menyiapkan suatu generasi yang “siap pakai” setelah mereka lulus, baik secara akademis, sikap hidup, maupun keterampilan sosial dan memiliki karakter yang terpuji. Maka muncul pemikiran bahwa pendidikan yang siap menghadapi masa depan adalah suatu pendidikan yang bersifat holistic (whole-person education), artinya selain membina kompetensi akademis, juga membangun kepercayaan diri anak, kepedulian akan sesama, berkarakter unggul, dan pada sisi lain juga terampil dalam berkomunikasi, bertindak dan membuat keputusan yang tepat pada saat yang sulit.

Mungkinkah semuanya itu diajarkan melalui pendidikan sekolah? Tentu saja bisa, asalkan kemasannya (Kurikulum) dan diprogramkan secara tepat pula. Artinya, para pendidik/guru perlu selalu ingat dan menyadari, bahwa berbeda dengan pengetahuan kognitif (informasi pengetahuan) yang dapat diajarkan dan diingat lalu dikembangkan sendiri, pendidikan sikap hidup dan ketrampilan lebih merupakan materi yang diimbaskan secara berkelanjutan melalui keteladanan, praktek-praktek karakter serta melibatkan semua guru dan orang tua secara aktif. Komunikasi dan partisipasi adalah kata-kata kunci yang merupakan penentu keberhasilan proses pembangunan karakter dan ketrampilan hidup sejak dini pada para siswa.

Kegagalan Pendidikan pada Umumnya.

Tidak dapat disangkal lagi bahwa sistem pendidikan kita sekarang ini tidak dapat menjawab permasalahan yang timbul dalam masyarakat kita. Hal ini terjadi oleh karena sistem ataupun metode dan kurikulum dalam pendidikan kita tidak memenuhi kebutuhan siswa secara menyeluruh.
Kegagalan pendidikan kita secara umum disebabkan oleh beberapa hal, a.l:

Ø 1. Pendidikan moral, akhlak atau nilai-nilai kebaikan belum sepenuhnya diajarkan. Memang benar bahwa di sekolah ada pendidikan budi pekerti atau pendidikan moral lainnya akan tetapi kenyataannya dan dalam prakteknya tidak seperti apa yang diharapkan. Pendidikan budi pekerti tersebut tidak mendapat perhatian dan penekanan yang serius, karena perhatian guru lebih terfokus pada hal lainnya. Pendidikan moral hanya sebagai pelengkap yang diajarkan secara sepintas lalu saja. Hal ini terjadi karena pendidikan moral (dianggapnya) bukan merupakan mata pelajaran utama ataupun penentu sehingga bisa diabaikan.


Ø 2. Pendidikan Agama lebih pada pengajaran doktrin dan dasar-dasar agama. Pendidikan agama yang seharusnya menjadi kunci pendidikan karakter dan moral ternyata tidak memberikan kontribusi yang cukup terhadap perkembangan karakter anak. Kalaupun ada didalamnya, hal itu disampaikan dan diajarkan lebih pada penekanan sebagai ilmu dan teori saja. Lihat saja, bagaimana anak-anak diajarkan (dipaksa) untuk menghapal begitu banyak hukum-hukum agama ataupun hapalan-hapalan lainnya.


Ø 3. Metodelogi lemah karena metode pendidikan terpusat pada pendekatan kognitif. Metode pembelajaran pendidikan kita didominan satu arah yaitu guru kepada anak didik. Hal ini tidak memberikan ruang dan waktu yang cukup kepada anak didik untuk mengembangkan kepribadiannya dan karakternya. Metodelogi ini menyebabkan anak didik hanya sebagai objek penerima saja. Sehingga anak didik sangat pasif belajar.


Ø 4. Penilaian menitik beratkan pada kognitif. Kalau kita mau jujur bahwa akar dari semuanya adalah sistem penilaian pendidikan kita yang menekankan pada segi kognitif. Hal ini diperparah lagi dengan adanya ujian nasional sebagai penentu kelulusan. Sebagai akibatnya guru akan berusaha dengan cara apapun untuk memberikan materi/ilmu sebanyak mungkin kepada siswanya tanpa melihat kemampuan siswa itu sendiri. Maka terjadilah penimbunan ilmu yang ruwet pada otak siswa sedangkan anak tersebut tidak bisa mengolah dan memilah ilmu di otaknya tersebut.
Pembelajaran sehari-hari di kelas, tidak jauh berbeda. Penilaian terhadap sisi afektif dan psikomotorik hanya dilakukan sambil lalu tanpa perhatian mendalam terhadap penyimpangan prilaku anak. Kolom-kolom afektif dan psikomotorik dalam kolom penilaian diisi apa adanya pada saat itu juga. Penilaian pembelajaran kita hanya melihat (menilai) satu sisi saja dengan mengabaikan banyak bidang lainnya.


Ø 5. Tidak ada praktek-praktek prilaku dan penerapan nilai kebaikan. Satu kelemahan lagi dalam sistem pendidikan kita adalah bahwa pendidikan moral dan budi pekerti tidak disertai dengan praktek yang cukup dan lebih. Aristotle mengatakan “Karakter itu erat kaitannya dengan “habit” atau kebiasaan yang terus menerus dipraktekkan dan dilakukan”. Prilaku-prilaku dan perbuatan-perbuatan baik itu sangat penting dilakukan secara terus menerus dan konsisten untuk menimbulkan suatu kebiasaan yang mengarah pada karakter.

Bagaimana Karakter Dapat Dibentuk Dalam Diri Seseorang?


Setiap saat dalam hidupnya, seorang anak selalu diperhadapkan pada pilihan-pilihan dalam menentukan tindakan, apa yang baik atau tidak, apa yang pantas atau tabu, mana yang berguna atau tidak, dan lain sebagainya. Setiap tindakan yang dilakukannya akan sangat mungkin menentukan kesan orang tentang dirinya. Tugas guru adalah membimbing dan mengarahkan pada pilihan mana yang baik dan pantas untuk dilakukan anak, beserta penanaman pengertian tentang alasan, mengapa pilihan tersebut diambil dan apa akibatnya/resikonya bila pilihan yang sebaliknya diambil.

Apabila tindakan melakukan pilihan tersebut dilakukan secara berkelanjutan dengan terarah dan bimbingan, maka akan terbentuklah kebiasaan (habit) dalam diri anak, sehingga untuk tindakan keseharian, tanpa control eksternal dan penggarahan sekalipun, anak akan mempunyai kecenderungan akan memilih tindakan yang sesuai dengan apa yang “pantas dan baik” menurut aturan/norma lingkungannya.

Semua kebiasaan-kebiasaan baik yang terbiasa dipilih anak dan dijalaninya secara terus menerus akan melahirkan suatu sikap hidup, karakter, yaitu apa yang diyakininya benar dan pantas untuk dilakukan. Jadi karakter adalah tindakan-tindakan atau kebiasaan-kebiasaan yang secara berkelanjutan dijalani dan diarahkan untuk diikuti anak didik. Tindakan berulang-ulang akan membentuk kebiasaan, dan kebiasaan yang berkelanjutan akan membentuk karakter.

Pendidikan Karakter di Sekolah.

Memperhatikan paradigma pendidikan yang ada sekarang dan tujuan pendidikan yang sebenarnya, maka pendidikan di sekolah harus mengubah dirinya. Tanpa mengubah dirinya, sekolah hanya menghasilkan manusia pintar tanpa karakter dan ketrampilan hidup. Sedangkan sekolah merupakan institusi yang memiliki tugas penting bukan hanya untuk meningkatkan penguasaan informasi dan teknologi dari anak didik, tetapi ia juga bertugas dalam pembentukan kapasitas bertanggungjawab siswa dan kapasitas pengambilan keputusan yang bijak dalam kehidupan. Untuk itulah sekolah sangat perlu menyusun suatu model baru dalam pendidikan moral yang berujung pada pendidikan dan pembentukan karakter agar penyakit yang berada dalam masyarakat dan kegagalan masa lalu dapat diatasi.
Sekolah menyusun kurikulum yang adaptif terhadap pembentukan karakter dan ketrampilan hidup siswa. Sekolah dalam menjalankan pendidikan karakter terdapat tiga elemen yang penting untuk diperhatikan yaitu prinsip, proses dan prakteknya dalam pengajaran. Dalam menjalankan prinsip itu maka nilai-nilai yang diajarkan harus termanifestasikan/terwujudkan dalam kurikulum sehingga semua siswa dalam sekolah faham benar tentang nilai-nilai tersebut dan mampu menerjemahkannya dalam perilaku nyata. Untuk itu maka diperlukan pendekatan optimal untuk mengajarkan karakter secara efektif yang harus diterapkan di seluruh sekolah.

Dalam menjalankan kurikulum karakter maka sebaiknya perlu diperhatikan beberapa hal a.l:


1) pengajaran tentang nilai-nilai berhubungan dengan sistem sekolah secara keseluruhan. Visi dan misi sekolah sangat menentukan arah sekolah tersebut dan pendidikan karakter didalamnya.


2) diajarkan sebagai subyek mata pelajaran yang berdiri sendiri atau diintegrasikan dalam kurikulum sekolah keseluruhan. Hal ini tergantung dari sudut mana sekolah menilai kepentingan karakter dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dilapangan.


3) seluruh komunitas menyadari dan mendukung tema nilai yang diajarkan. Satu bagian saja tidak mendukung, maka hancurlah pendidikan karakter tersebut. Pendidikan karakter harus didukung dan mendapat dukungan dari semua komponen sekolah termasuk orang tua murid di rumah.


4) sebelum mengajarkan karakter, guru -sebagaimana mata pelajaran lainnya- juga harus mempunyai persiapan tersendiri. Justru karena ini membentuk karakter anak maka guru harus mempunyai persiapan yang matang sebelum mengajar. Guru harus mengetahui secara baik tentang karakter yang akan diajarkan.


Pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan secara bertahap menurut bagian-bagiannya atau menurut pembagian dari karakter. Karakter pada umumnya terbagi atas 3 kategori, yaitu:


Karakter-Karakter Dasar (Basic Characters).

Merupakan kumpulan karakter yang harus/mutlak perlu dimiliki oleh seseorang untuk dapat hidup sebagai bagian dan anggota masyarakat umum, misalnya: penuh perhatian, ketaatan, kejujuran, kerajinan, keramahan, kelemah lembutan, kateraturan, penuh rasa syukur, pemaaf.


Karakter-Karakter Indah (Beautiful Characters)
Merupakan sekumpulan karakter yang diperlukan seseorang untuk menjadi anggota masyarakat yang dihormati dan dihargai, misalnya: bertanggung jawab, penuh pengendalian diri, tulus, murah hati, bertoleransi, dll.


Karakter-Karakter Gemilang (Brilliant Characters)
Merupakan sekumpulan karakter yang membuat dan menjadikan seseorang menonjol dalamlingkungannya, dihargai sebagai pemimpin dan motivator, penggerak kelompok, misalnya: penuh inisiatif, antusias, adil, bijak, persuasive, kreatif, dll.

Sejak Sekolah Taman Kanak-Kanan, karakter-karakter dasar perlu diperkenalkan dan diajarkan untuk dijalani anak didik, meskipun belum sampai pada taraf penerapan yang sempurna. Adalah benar suatu firman yang mengatakan, ”didiklah anak muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu”. Salam,heri, GBU.